Monday, October 3, 2011

batas tak kasat mata

katakanlah beberapa waktu yang lalu masa liburanku selesai. setelah hampir sebulan berleha-leha di kampung halaman dan bercengkrama dengan keluarga, sudah saatnya untuk kembali ke rutinitas seorang mahasiswa. aku memesan travel seperti biasanya.. travel ini salah satu travel paling nyaman di kotaku.

setengah jam sebelum berangkat, travel yang kupesan menjemputku. aku sudah tahu bahwa yang akan menjemputku itu adalah 'dia', bukan. bukan mantan ku, bukan juga orang yang pernah kusuka. dia adalah tetanggaku, rumahnya berdepanan rumahku, membentuk garis diagonal. ntahlah disebut bersampingan atau berhadapan. oke bukan itu yang akan kita bahas.

dulu saat masih kecil, kami sering bermain bersama. hampir setiap hari malah. tapi seiring beranjaknya usia, saat kami sudah mulai menginjak masa remaja, mulai punya teman dari sekolah masing-masing, semua jelas berubah. kalau tidak salah usianya 2 tahun diatasku, atau sekitar itulah. saat itu dia mulai bergaul dengan pemuda-pemuda komplek yang lebih tua darinya, rata-rata dari mereka adalah pengangguran yang kerjanya mabuk di malam hari. karena kami sudah jarang sekali bermain bersama, jangankan untuk menasihatinya untuk bergaul dengan teman yang benar, bicara pun hampir tidak pernah. 

cerita tak berhenti disana. waktu tentu terus berjalan. masa-masa sma sebagian waktuku habis di sekolah. sekolah mulai dari jam 7 pagi sampai jam 4 sore, dilanjutkan bimbel malam di sekolah dari sebelum magrib sampai jam 10 malam. ditambah lagi saat kelas 3 sma aku masuk asrama. aku mulai dianggap sombong, jarang bergaul dengan tetangga dan sebagainya. 

kembali ke 'dia', awal-awal masuk sma, dari berita yang kudengar dia tidak menamatkan sekolahnya di sebuah sekolah kejuruan. bukan hanya itu, dia sudah menikah tanpa pesta. ya, istrinya hamil duluan atau bahasa gaulnya MBA. 

suatu hari, entah kapan aku lupa, aku melihatnya menggedong anaknya berjalan-jalan. kami berpapasan saat aku hendak ke warung. kami hanya saling tersenyum sekilas dan menunduk. waktu itu dia masih bekerja sebagai tukang ojek. setelah itu kami sangat jarang bertemu bahkan saat lebaran. 

suatu hari aku memesan travel untuk kembali ke kost ku, ternyata dia yang menjemput. kami sangat kaku. aku tidak tahu kalau dia sudah bekerja di kantor jasa travel. hanya ada kami berdua di dalam mobil itu. kami hanya diam. tidak ada yang mencoba membuka percakapan. terasa sangat janggal. bagaimana dulu 2 anak kecil yang sangat akrab, bermain bersama, tertawa bersama dapat berubah menjadi 2 orang asing yang seperti tidak saling mengenal. seolah ada batas tak kasat mata di sana. 

aku tidak pernah berpikir aku lebih baik dari dia ataupun sebaliknya. aku hanya berpikir bahwa saat ini kami sedang berada di koridor nasib kami masing-masing. menjalani kehidupan apa yang telah kami pilih dan mencoba untuk bertanggung jawab.

No comments: